Nasihat dan Kunjungan Orang Tua Kepada Puterinya
Bab I
HAK-HAK ANAK PEREMPUAN ATAS AYAHNYA
Pasal 20
Nasihat Orang Tua Kepada Puterinya Setelah Pernikahan
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan satu hadits (no. 6179), beliau berkata, Qutaibah bin Sa’id memberitahu kami, ia berkata, ‘Abdul ‘Aziz -yakni, Ibnu Abi Hazim- memberitahu kami, dari Abu Hazim dari Sahal bin Sa’ad, dia berkata, “Pernah seseorang dari keluarga Marwan diangkat untuk memimpin Madinah, lalu dia me-manggil Sahal bin Sa’ad dan menyuruhnya untuk mencela ‘Ali.”
Dia berkata, “Maka Sahal menolak melakukannya. Lalu dia pun berkata kepadanya, ‘Kalau kamu menolak, maka katakanlah, ‘Semoga Allah melaknat Abu Turab.’
Maka Sahal berkata, ‘‘Ali tidak memiliki nama yang lebih di sukainya dari Abu Turab dan dia sangat senang jika dipanggil dengan nama itu.’ Lalu dia berkata kepadanya, ‘Beritahukan kepada kami mengenai kisahnya, mengapa dia diberi nama Abu Turab?’
Dia menjawab, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi Rumah Fathimah, tetapi beliau tidak mendapati ‘Ali di rumah itu, maka beliau bertanya, ‘Di mana sepupumu?’
Dia menjawab, ‘Antara dirinya dan diriku telah terjadi sesuatu sehingga dia marah kepadaku. Kemudian dia keluar dan tidak ada berita tentangnya.’
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seseorang, ‘Cari, di mana dia berada.’ Lalu dia datang kembali seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, dia tengah tidur di masjid.’
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendatanginya yang dalam keadaan berbaring dengan rida’ (selendang) beliau jatuh dari sebelah kirinya sehingga mengenai tanah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membersihkannya seraya berkata, ‘Bangunlah, wahai Abu Turab, bangunlah wahai Abu Turab.’”
Dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Ketika Nabi-yullah (Muhammad) Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengasingkan diri dari isteri-isterinya. ‘Umar melanjutkan, ‘Aku masuk masjid, ternyata orang-orang tengah melempar-lemparkan kerikil seraya berucap, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menalak isteri-isterinya.’ Hal tersebut terjadi sebelum mereka diperintahkan untuk memakai hijab.”
‘Umar berkata, “Lalu kukatakan, ‘Aku akan umumkan hal tersebut pada hari ini.’ ‘Umar melanjutkan, ‘Lalu aku masuk menemui ‘Aisyah dan kukatakan, ‘Wahai puteri Abu Bakar, apakah engkau sudah mendengar bahwa engkau telah menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?’’ ‘Aisyah berkata, ‘Apa urusanmu, wahai putera al-Khaththab? Engkau urus sendiri masalah anakmu (Hafshah).”
‘Umar lalu berkata, ‘Lalu aku datang menemui Hafshah dan kukatakan kepadanya, ‘Wahai Hafshah, apakah engkau sudah mendengar bahwa engkau telah menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Sesungguhnya aku telah menyaksikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukaimu dan kalau bukan karena aku, niscaya beliau telah menceraikanmu.’ Maka Hafshah pun menangis keras.” [HR. Muslim].
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha bahwasanya dia berkata, kami pernah keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada sebagian perjalanan beliau, sehingga ketika kami sampai di daerah Baida’ atau Dzatul Jaisy, kalungku putus, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti untuk mencarinya. Dan orang-orang pun ikut berhenti bersama beliau sedang mereka tidak berada di tempat yang ada airnya dan mereka pun tidak memiliki air. Kemudian orang-orang mendatangi Abu Bakar seraya berkata, ‘Tidakkah engkau mengetahui apa yang telah dilakukan oleh ‘Aisyah? Menghentikan perjalanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara orang-orang yang bersamanya tidak berada di tempat yang berair dan tidak membawa air.’”
‘Aisyah berkata, “Kemudian Abu Bakar datang sementara Ra-sulullah meletakkan kepalanya di atas pahaku yang telah tidur. Maka Abu Bakar berkata, ‘Engkau telah menahan Rasulullah sementara orang-orang yang bersamanya tidak berada di tempat yang ada airnya dan mereka pun tidak memiliki air.’” ‘Aisyah kembali ber-kata, “Lalu Abu Bakar menghardikku seraya melontarkan kata-kata sekehendaknya, sambil menusukkan tangannya ke lambungku sehingga tidaklah menghalangiku untuk bergerak, kecuali tempat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di pahaku. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertidur sampai pagi tanpa air, sehingga Allah menurunkan ayat tentang tayammum, maka mereka pun bertayammum. Lalu Usaid bin al-Hudhair -yang merupakan salah satu pimpinan- mengatakan, ‘Ini bukanlah berkah pertama kali yang ada pada kalian, wahai keluarga Abu Bakar.’”
‘Aisyah berkata, “Lalu kami dikirimkan unta yang aku naiki sehingga kami menemukan kalung itu di bawahnya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits tersebut terkandung makna pembinaan yang diberikan orang tua kepada anaknya melalui ucapan dan perbuatan serta pukulan dan lain sebagainya. Selain itu, di dalamnya juga terkandung bimbingan orang tua kepada anak perempuannya, meskipun dia sudah besar dan sudah menikah serta pisah dari rumah orang tuanya.”[1]
Dari Nu’man bin Basyir, dia berkata, “Abu Bakar pernah datang menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta izin, lalu dia mendengar ‘Aisyah mengangkat suaranya di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau memberikan izin kepadanya. Selanjutnya, Abu Bakar masuk dan berkata, ‘Wahai puteri Ummu Ruman -seraya memegangnya- apakah pantas engkau meninggikan suaramu terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?’
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi penengah antara Abu Bakar dan ‘Aisyah. Dia berkata, ‘Ketika Abu Bakar keluar, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda -membujuk agar ‘Aisyah ridha -kepadanya,- ‘Tidakkah engkau melihat bahwa aku telah menjadi penghalang antara seorang laki-laki denganmu,’ -yakni, Abu Bakar ash-Shiddiq dan puterinya-.”
Lebih lanjut, dia berkata, “Kemudian Abu Bakar datang lagi dan meminta izin kepada beliau, ternyata dia mendapatkan Rasu-lullah sedang mencandai ‘Aisyah. Maka beliau pun memberi izin kepadanya. Lalu Abu Bakar masuk seraya berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, libatkanlah aku di dalam kedamaian kalian, sebagaimana kalian telah melibatkan diriku di dalam konflik kalian.’” [HR. Ahmad dengan sanad yang shahih].
Pasal 21
Kunjungan Orang Tua Kepada Puterinya
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, bahwasanya ia berkata:
مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَشْبَهَ سَمْتًا وَهَدْيًا وَدَلاًّ بِرَسُولِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ فَاطِمَةَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا – كَانَتْ إِذَا دَخَلَتْ عَلَيْهِ قَامَ إِلَيْهَا فَأَخَذَ بِيَدِهَا وَقَـبَّلَهَا وَأَجْلَسَهَا فِي مَجْلِسِهِ، وَكَانَ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهَا قَامَتْ إِلَـيْهِ فَأَخَذَتْ بِيَدِهِ فَقَـبَّلَتْهُ وَأَجْلَسَتْهُ فِي مَجْلِسِهَا.
“Aku tidak pernah melihat seorang pun yang hampir menyerupai sikap, perangai, dan petunjuk dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi Fathimah Radhiyallahu anha. Dimana jika dia masuk menemui beliau, maka beliau yang bangkit menjem-putnya, lalu meng-gandeng tangannya seraya menciumnya dan mendudukkannya di tempat duduk beliau. Dan jika beliau masuk ke tempatnya, maka dia langsung berdiri menjemputnya, lalu dia menggan-deng beliau seraya mencium beliau dan mendudukkan beliau di tempat duduknya.” [HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih].
[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
______
Footnote
[1] Syarh Muslim, karya an-Nawawi (IV/59).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/72998-nasihat-dan-kunjungan-orang-tua-kepada-puterinya.html